Salam Pembuka

Assalamu'alaikum....Ahlan Wa Sahlan Fii Huduurikum...

Rabu, 19 November 2014

Metafora Islam yang hakiki

Tidak asing lagi fakta kehidupan yang sedang dijalani oleh umat Islam sekarang ini, berbagai petaka, bencana, penindasan, pelecehan dan berbagai fakta pilu lainnya. Dari hari ke hari, pendengaran kita tiada hentinya mendengarkan berbagai berita yang menyayat-nyayat hati, mata kita membaca berbagai lembaran kelam dari sejarah umat ini. Musuh-musuh dari segala aliran dan bangsa dengan bengisnya menindas, menjajah, dan merampas hak umat. Dengan segala kerakusan dan keserakahannya mereka merampas segala keindahan umat Islam. Semua itu berlangsung tanpa ada daya dan upaya yang dapat dilakukan oleh umat Islam untuk menangkal atau menyingkapnya.
Terlebih lagi fenomena yang berkembang saat ini, belum lama pergantian pemimpin bangsa, disetiap detik waktu berlalu berbagai problem bermunculan, saling adu-mengadu, ejek-mengejek dan pro-kontra pun memadatinya. Itu semua karena kepentingan pribadi belaka. Mulai dari perpecahan antar agama yang berkedokkan diskriminasi, para penguasa dzolim, birokrasi amburadul, pemerintah bodohi rakyat denga segala caranya, kerjasama palsu, kebijakan yang tidak sesuai denga kebutuhan rakyat, permasalahan sosial, berbagai penyimpangan dalam media, pendidikan yang buruk bagi anak, dan berbagai fakta pilu lainnya. Sangatlah miris mendengar semua itu. Hal tersebut merupakan segelintir kisah dan permasalahan yang sering dialami disetiap diri masing-masing, baik itu muda maupun tua. Era globalisai yang menuntut manusia  untuk ikut dan berpartisipasi yang mengakibatkan melemahnya pribadi dan perilaku masyarakat, baik dilingkup keluarga maupun negara. Penguasa barat dengan tekun menanamkan budaya kebebasannya dengan sekulerisme, pluralisme dan hedonisme. Yang lambat laun mendarah daging dalam diri umat dan akhirnya melemahnya pemahaman dan sifat asli umat Islam. Inilah yang dihasilkan apabila semua aturan bersandar kepada manusia, yang seharusnya kepada Tuhannya dengan aturan yang telah diturunkan yaitu berupa Al Qur’an sebagai pedoman hidup. Problema yang selalu bertambah mengharuskan kita untuk selalu bersabar dalam setiap keadaan dan senantiasa memohon pertolonganNya. Seperti hadits yang diriwayatkan Usaid bin Hudhair ra.: Bahwa seorang lelaki Ansar menemui Rasulullah saw. dan bertanya: Apakah engkau tidak ingin mengangkatku sebagaimana engkau telah mengangkat si fulan? Rasulullah saw. menjawab: Sesungguhnya kamu sekalian akan menemui sepeninggalku para pemimpin yang egois, maka bersabarlah sampai kamu menjumpaiku di telaga kelak. (Shahih Muslim No.3432)
Dengan begitu kemerdekaan belum sepenuhnya menjadi milik warga negara Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab hingga saat ini bangsa hanya merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaannya yang telah mencapai umur ke-69 tahun. Tetapi dari jaman sebelum merdeka bahkan setelah merdeka, orde baru hingga orde lama, dan masa revormasi, tidak ada perubahan yang segnifikan dalam diri bangsa ini. Terlebih lagi  masih belum mampu mengentaskan kemiskinan. Yang sebenarnya Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alamnya, bahkan letak geografis Indonesia  berada pada tingkat kesuburan tanah yang luar biasa, akibat pertemuan empat lempeng benua sehingga banyak gunung api yang aktif yang menjaga keseimbangan tanah Indonesia. Akan tetapi, kesuburan Indonesia dan luasan Indonesia bukan menjamin terwujudnya kedaulatan pangan untuk menghindari krisis pangan tersebut. Berpuluh tahun Indonesia telah menjadi salah-satu pengimpor bahan pangan di dunia. Ini sesungguhnya menjadi  tamparan keras bagi pemimpin-pemimpin bangsa terutama kinerja pemimpin yang tidak mampu mewujudkan kedaulatan pangan di dunia.  Berbagai regulasi dikeluarkan pemimpin, tidak ubahnya menjalankan paket-paket kebijakan neoliberalisme yang hanya berkedok mewujudkan swasembada pangan sebagai bentuk kedaulatan pangan di Indonesia.
Persatuan Dunia Islam adalah mimpi buruk bagi Barat. Barat terus menggunakan strategi integrasi untuk mengeksploitasi berbagai kepentingan ekonominya dengan berbagai proyek regionalismenya. Inilah penyebab makar dari semua masalah yang ada, kekuasaan di tangan manusia dan yang menentukan baik atau buruknya adalah manusia. Diibaratkan bagaikan anak yang terdzolomi dan dianiaya oleh orangtuanya sendiri, padahal anak adalah pahala investasi bagi orangtua. Dengan tanpa kesalahan yang pasti orangtua menganiaya dengan bengis dan mengenaskan. Penganiayaan yang bertubi-tubi dirasakan sang anak. Siapa yang akan menolong si anak, kalau bukan orang terdekatnya, tetangga. Jikalau sikap sebagai tetangga hanya diam, mendengar dan melihatnya saja, tanpa menolong si anak tanpa menasehati dan memperingati sang orangtua. Penganiayaan akan terus berlangsung jika tidak ada kesadaran dalam diri orangtua dan petolongan sebenarnya dari orang terdekat. Bahkan akan memungkinkan hilangnya nyawa sang anak, barulah ada penyesalan dalam diri masing-masing. Maka begitulah nasib bangsa ini, tanpa ada perubahan yang mendasar dari dalam maupun luar akan terus seperti saat ini. Yaitu menuju keridhoan dengan mengikuti JalanNya.
Tidaklah mudah menjadi pemimpin umat, dan tidak sewajarnya kursi pemimpin diperebutkan dengan semena-mena, karena setiap apa yang dilakukan di dunia ini akan dipertanggung jawabkan di Yaumul Hisab kelak. Tanggung jawab dan amanah yang besar sudahlah pasti. Hingga ada suatu hadits Rasulullah saw tentang larangan meminta jabatan yang diriwayatkan Abu Musa ra., ia berkata: Aku menemui Nabi saw. bersama dua orang lelaki anak pamanku. Seorang dari keduanya berkata: Wahai Rasulullah, angkatlah kami sebagai pemimpin atas sebagian wilayah kekuasaanmu yang telah diberikan Allah azza wa jalla! Yang satu lagi juga berkata seperti itu. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Demi Allah, kami tidak akan mengangkat seorang pun yang meminta sebagai pemimpin atas tugas ini dan tidak juga seorang yang berambisi memperolehnya. (Shahih Muslim No.3402)
Seorang pemimpin itu adalah perisai bagi rakyatnya. Hadits riwayat Abu Hurairah ra.: Dari Nabi saw. beliau bersabda: Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya. (Shahih Muslim No.3428)


Wallahu A'lam Bishawab.. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar