Tidak asing lagi fakta kehidupan
yang sedang dijalani oleh umat Islam sekarang ini, berbagai petaka, bencana,
penindasan, pelecehan dan berbagai fakta pilu lainnya. Dari hari ke hari,
pendengaran kita tiada hentinya mendengarkan berbagai berita yang
menyayat-nyayat hati, mata kita membaca berbagai lembaran kelam dari sejarah
umat ini. Musuh-musuh dari segala aliran dan bangsa dengan bengisnya menindas, menjajah,
dan merampas hak umat. Dengan segala kerakusan dan keserakahannya mereka
merampas segala keindahan umat Islam. Semua itu berlangsung tanpa ada daya dan
upaya yang dapat dilakukan oleh umat Islam untuk menangkal atau menyingkapnya.
Terlebih lagi fenomena yang
berkembang saat ini, belum lama pergantian pemimpin bangsa, disetiap detik
waktu berlalu berbagai problem bermunculan, saling adu-mengadu, ejek-mengejek
dan pro-kontra pun memadatinya. Itu semua karena kepentingan pribadi belaka. Mulai
dari perpecahan antar agama yang berkedokkan diskriminasi, para penguasa
dzolim, birokrasi amburadul, pemerintah bodohi rakyat denga segala caranya, kerjasama
palsu, kebijakan yang tidak sesuai denga kebutuhan rakyat, permasalahan sosial,
berbagai penyimpangan dalam media, pendidikan yang buruk bagi anak, dan
berbagai fakta pilu lainnya. Sangatlah miris mendengar semua itu. Hal tersebut
merupakan segelintir kisah dan permasalahan yang sering dialami disetiap diri
masing-masing, baik itu muda maupun tua. Era globalisai yang menuntut manusia untuk ikut dan berpartisipasi yang
mengakibatkan melemahnya pribadi dan perilaku masyarakat, baik dilingkup
keluarga maupun negara. Penguasa barat dengan tekun menanamkan budaya kebebasannya
dengan sekulerisme, pluralisme dan hedonisme. Yang lambat laun mendarah daging
dalam diri umat dan akhirnya melemahnya pemahaman dan sifat asli umat Islam. Inilah
yang dihasilkan apabila semua aturan bersandar kepada manusia, yang seharusnya
kepada Tuhannya dengan aturan yang telah diturunkan yaitu berupa Al Qur’an
sebagai pedoman hidup. Problema yang selalu bertambah mengharuskan kita untuk
selalu bersabar dalam setiap keadaan dan senantiasa memohon pertolonganNya. Seperti
hadits yang diriwayatkan Usaid bin Hudhair ra.: Bahwa seorang lelaki Ansar
menemui Rasulullah saw. dan bertanya: Apakah engkau tidak ingin mengangkatku
sebagaimana engkau telah mengangkat si fulan? Rasulullah saw. menjawab:
Sesungguhnya kamu sekalian akan menemui sepeninggalku para pemimpin yang egois,
maka bersabarlah sampai kamu menjumpaiku di telaga kelak. (Shahih Muslim
No.3432)
Dengan
begitu kemerdekaan belum sepenuhnya menjadi milik warga negara Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Sebab hingga saat ini bangsa hanya merayakan Hari
Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaannya yang telah mencapai umur ke-69 tahun. Tetapi
dari jaman sebelum merdeka bahkan setelah merdeka, orde baru hingga orde lama, dan
masa revormasi, tidak ada perubahan yang segnifikan dalam diri bangsa ini. Terlebih
lagi masih belum mampu mengentaskan
kemiskinan. Yang sebenarnya Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya
alamnya, bahkan letak geografis Indonesia berada pada tingkat kesuburan
tanah yang luar biasa, akibat pertemuan empat lempeng benua sehingga
banyak gunung api yang aktif yang menjaga keseimbangan tanah Indonesia. Akan
tetapi, kesuburan Indonesia dan luasan Indonesia bukan menjamin terwujudnya
kedaulatan pangan untuk menghindari krisis pangan tersebut. Berpuluh tahun
Indonesia telah menjadi salah-satu pengimpor bahan pangan di dunia. Ini
sesungguhnya menjadi tamparan keras bagi pemimpin-pemimpin bangsa
terutama kinerja pemimpin yang tidak mampu mewujudkan kedaulatan pangan di
dunia. Berbagai regulasi dikeluarkan pemimpin, tidak ubahnya menjalankan
paket-paket kebijakan neoliberalisme yang hanya berkedok mewujudkan swasembada
pangan sebagai bentuk kedaulatan pangan di Indonesia.
Persatuan Dunia Islam adalah mimpi buruk bagi Barat. Barat
terus menggunakan strategi integrasi untuk mengeksploitasi berbagai kepentingan
ekonominya dengan berbagai proyek regionalismenya. Inilah penyebab makar dari
semua masalah yang ada, kekuasaan di tangan manusia dan yang menentukan baik atau
buruknya adalah manusia. Diibaratkan bagaikan anak yang terdzolomi dan dianiaya
oleh orangtuanya sendiri, padahal anak adalah pahala investasi bagi orangtua. Dengan
tanpa kesalahan yang pasti orangtua menganiaya dengan bengis dan mengenaskan. Penganiayaan
yang bertubi-tubi dirasakan sang anak. Siapa yang akan menolong si anak, kalau
bukan orang terdekatnya, tetangga. Jikalau sikap sebagai tetangga hanya diam, mendengar
dan melihatnya saja, tanpa menolong si anak tanpa menasehati dan memperingati
sang orangtua. Penganiayaan akan terus berlangsung jika tidak ada kesadaran
dalam diri orangtua dan petolongan sebenarnya dari orang terdekat. Bahkan akan
memungkinkan hilangnya nyawa sang anak, barulah ada penyesalan dalam diri
masing-masing. Maka begitulah nasib bangsa ini, tanpa ada perubahan yang
mendasar dari dalam maupun luar akan terus seperti saat ini. Yaitu menuju keridhoan
dengan mengikuti JalanNya.
Tidaklah mudah menjadi pemimpin umat, dan tidak sewajarnya
kursi pemimpin diperebutkan dengan semena-mena, karena setiap apa yang
dilakukan di dunia ini akan dipertanggung jawabkan di Yaumul Hisab kelak. Tanggung
jawab dan amanah yang besar sudahlah pasti. Hingga ada suatu hadits Rasulullah
saw tentang larangan meminta jabatan yang diriwayatkan
Abu Musa ra., ia berkata: Aku menemui Nabi
saw. bersama dua orang lelaki anak pamanku. Seorang dari keduanya berkata:
Wahai Rasulullah, angkatlah kami sebagai pemimpin atas sebagian wilayah
kekuasaanmu yang telah diberikan Allah azza wa jalla! Yang satu lagi juga
berkata seperti itu. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Demi Allah, kami tidak akan
mengangkat seorang pun yang meminta sebagai pemimpin atas tugas ini dan tidak
juga seorang yang berambisi memperolehnya. (Shahih Muslim No.3402)
Seorang pemimpin itu adalah perisai bagi rakyatnya. Hadits
riwayat Abu Hurairah ra.: Dari Nabi saw.
beliau bersabda: Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat
akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk
takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh
pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan
akibatnya. (Shahih Muslim No.3428)
Wallahu A'lam Bishawab..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar