Indonesia
adalah Negara yang kaya akan sumber daya alamnya, bahkan letak geografis
Indonesia berada pada tingkat kesuburan tanah yang luar biasa
akibat pertemuan empat lempeng benua sehingga banyak gunung api yang
aktif yang menjaga keseimbangan tanah Indonesia. Akan tetapi, kesuburan
Indonesia dan luasan Indonesia bukan menjamin terwujudnya kedaulatan pangan di
Indonesia untuk menghindari krisis pangan. Berpuluh tahun Indonesia telah
menjadi salah-satu pengimpor bahan pangan di dunia. Ini sesungguhnya
menjadi tamparan keras bagi pemimpin-pemimpin bangsa terutama kinerja
presiden yang tidak mampu mewujudkan kedaulatan pangan di dunia. Berbagai
regulasi dikeluarkan presiden tidak ubahnya menjalankan paket-paket kebijakan
neoliberalisme yang hanya berkedok mewujudkan swasembada pangan sebagai bentuk
kedaulatan pangan di Indonesia.
Merujuk Badan Pusat
Statistik (BPS), Indonesia mengimpor 472,7 miliar ton beras
pada 2013. Sementara harga besar eceran semakin mahal yang pada Febuari 2014
sebesar Rp 11.389 per kilo dari Rp 10.819 per kilo di Februari 2013. Selain
beras, kebutuhan kedelai harus diimpor hampir 70 persennya. Sementara
untuk kebutuhan jagung domestik, Indonesia harus mengimpor rata-rata
pertahun 1,4 juta ton. Tingginya angka impor pangan di Indonesia, menunjukkan
kerapuhan kedaulatan petani dan rakyat atas akses tanah. Kemudian ini berdampak
pada tingginya kemiskinan, kelaparan dan gizi buruk di Indonesia.
Program Merauke Integrated Food
and Energy Estate (MIFEE) adalah yang terbesar dalam hal ini. MIFEE
menghancurkan 2.823.000 juta hektar tanah rakyat yang sebagian besar hutan
purba (virgin fores). Program MIFEE diluncurkan pada tanggal 17 Januari
2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Slogan dari proyek ini adalah “Feed
Indonesia and then the world” (Indonesia Berswasembada Pangan, Agar Bisa
Mengatasi Krisis Pangan Dunia). Akan tetapi, buktinya sampai diakhir masa
jabatannya, tidak diikuti dengan terwujudnya swasembada pangan di Indonesia.
Namun kaum tani lokal malah berpandangan bahwa proyek tersebut merusak
pertanian tradisional dan kedaulatan pangan di kawasan ini, yang dimana proyek
MIFEE ini menyewakan tanah selama 90 tahun. Dalam program ini, SBY selama
ini menjadikan kedok swasembada pangan untuk merampas dan memonopoli tanah
untuk diserahkan pada Bin Laden group yang merupakan mitra bisnis AS.
Belum tuntas seluruh program
keji ini semua, SBY kembali mengkhianati rakyat Indonesia dengan mengeluarkan
megaproyek berupa master plan. Master Plan Percepatan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) adalah manifestasi kongkrit sikap SBY
yang semakin setia untuk mengabdi pada kepentingan imperialisme AS. MP3EI
merupakan skema besar perampasan tanah rakyat secara terstruktur. Dengan
proyek ini, Indonesia secara terang-terangan berdiri di atas perampasan dan
monopoli atas tanah serta menjual setiap sumber kekayaan alam dan manusianya kepada
para imperialism, borjuasi besar komprador dan tuan tanah besar.
Tahun terakhir 2014 ini pun SBY
mempunyai program Aksi bukit tinggi untuk meningkatkan produktivitas
pertanian dalam memenuhi kebutuhan pangan domestic. Dengan menyedot dana Rp.
66,9 Triliun yang sudah dijalankan mulai bulan januari 2014, malah tidak memberikan
hasil apapun. Bahkan impor pangan 2014 saat ini tetap saja masih menjulang
tinggi.
Sehingga jelas mengapa Indonesia
tidak mampu mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia. Akar persoalannya adalah
perampasan dan monopoli tanah yang dijalankan oleh SBY selama 10 tahun. Dirinya
sebagai kepala Negara/pemerintah menjalankan berbagai paket regulasi
neoliberalisme yang diajurkan AS untuk membuka dan mempertahankan lahan luas
bukan untuk rakyat memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Namun, lahan-lahan
luas diberikan pada perkebunan, pertambangan dan pertanian skala besar yang
hanya berorientasi pada tanaman komoditas pasar Internasional yang memberikan
keuntungan pada borjuasi besar komprador, tuan tanah besar dan
imperialism. Sehingga cita-cita kedaulatan pangan menjadi slogan
yang tidak pernah terwujud. Dengan adanya perampasan dan monopoli tanah di
Indonesia oleh borjuasi besar komprador, tuan tanah, asing dan bahkan Negara,
mustahil akan mampu mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia. Era impor pangan
akan terus berlanjut apabila program reforma agraria palsu tetap berjalan,
apalagi dengan rejim baru Jokowi-JK, tidak mempunyai program yang berbeda
secara siknifikan dalam mwujudkan kedaulatan pangan di Indonesia. Program
reforma agraria Jokowi-Jk dengan membagikan tanah seluas 9 juta Ha yang masih
menjadi sebuah pertanyaan terus-menerus ke depan. Apakah itu benar ? jika
memang benar, tanah yang mana akan dibagi, beranikah dirinya mengambil tanah
dari perusahaan atau perkebunan besar ? bagaimana mekanisme distribusinya
kepada rakyat ? sementara dalam program ini pula dijelaskan bahwa tanah yang
dibagi kepada rakyat akan tetap bekerjasama dengan perusahaan dan perkebunan
skala besar yang telah lama menjadi musuh dari kaum tani dan rakyat Indonesia. Dengan
demikian dalam peringatan Hari Pangan Sedunia 16 Oktober 2014, seluruh pemuda
mahasiswa agar dapat mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia dengan
perjuangan tanah untuk rakyat yang bersumberkan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar